ANDA MEMASUKI WEBLOG PRIBADI RIZKHY WAHYUDI

Berita: Sampah dan Tanggung Jawab Produsen
Berita
update one week once
Saturday, February 10, 2007
Sampah dan Tanggung Jawab Produsen

Sampah dan Tanggung Jawab Produsen.
Globalisasi ekonomi telah menciptakan perubahan revolutif dalam kehidupan, sehingga manusia pun dipaksa memperluas cakrawalanya dalam memahami dunia. Dalam globalisasi ekonomi, kapitalisme adalah penanda pokok. Karakteristik kapitalisme adalah pasar global. Melalui pasar global, iklim persaingan antarperusahaan multinasional terbaca. Setiap perusahaan didorong menciptakan strategi produksi dan pemasaran agar mampu bersaing. Iklan adalah salah satu saluran komunikasi produsen dan konsumen.

Kemajuan teknologi informasi yang canggih membuat jenis dan motif iklan makin bervariasi. Iklan memainkan peranan penting dalam memasarkan produk. Didukung oleh kapital yang memadai, perusahaan multinasional berhasil memperdayai masyarakat untuk berlomba-lomba menciptakan persaingan dalam gaya hidup: antargolongan, antarkelas, antarusia, dan sebagainya. Dengan lain kata, konsentrasi ekonomi masyarakat kapitalisme lanjut terfokus pada pengembangan strategi produksi dan perluasan korporasi melalui manajemen konsumsi massa lewat penciptaan kebaruan-kebaruan produk bagi makna-makna simbolik tertentu (prestise, status, kelas).

Keinginan berskala masif lekat dengan kehendak akan sesuatu yang baru. Inilah budaya konsumerisme. Budaya konsumsi yang ditopang proses penciptaan terus-menerus lewat penggunaan citra, tanda, dan makna simbolis dalam proses konsumsi. Pun, budaya belanja yang didorong oleh logika hasrat (desire) dan keinginan (want) daripada logika kebutuhan (need).

Kecepatan dan percepatan yang tak terkendali dalam wacana budaya konsumerisme yang didukung sistem ekonomi kapitalis telah menggiring manusia ke arah kondisi yang ‘melampaui’ (hyper), yakni kondisi hyper-consumption, melampaui kebutuhan manusia. Akibatnya, logika hasrat merebak tanpa tepi dan mendominasi kesadaran konsumen. Jean Baudrillard (lahir 1929), guru besar filsafat budaya dan kritisisme media European Graduate School, Saas-Fee, Swiss, menyebut istilah reification, yakni the process whereby human beings become dominated by things and become more thinglike themselves, guna menunjuk kondisi masyarakat yang hiper-konsumtif.

Pada masyarakat yang tereifikasi, pemuasan dahaga ekonomi dipercepat. Inilah spirit kapitalisme global, yang mendorong percepatan perputaran dan akumulasi kapital, dengan meningkatkan tempo konsumsi. Dengan kata lain, memproduksi “konsumsi” setara dengan menciptakan kebutuhan-kebutuhan ekonomi palsu (artifisial). Dalam pada itu, konstruksi sosial dibangun atas kesadaran material dan perlambang sosial tertentu (prestise, status, harga diri), tanpa disertai perenungan makna dalam mengkonsumsi pelbagai produk ekonomis.

Di tengah proses pertumbuhan dan pembangunan, petaka konsumerisme menimbulkan petaka ekologis (tumpukan sampah). Tak sebatas kota-kota besar, kawasan pesisir pun tak luput dari problem akut pengelolaan sampah. Senarai keruwetan pengelolaan persampahan ini, setidaknya disebabkan oleh dua faktor pokok: (a) perilaku produsen yang kontraproduktif dalam menjaga kelestarian ekologis, dan (b) perilaku konsumtif konsumen yang tak berkesadaran ekologis.

Tak dimungkiri, iklim usaha yang tinggi mendorong tiap-tiap perusahaan menciptakan kreasi baru dalam memasarkan produk-produk unggulannya. Tak sebatas isi, melainkan kemasan. Sejalan dengan itu, sampah pun makin menumpuk. Untuk itu, desakan mencipta produk-produk baru mesti dibarengi dengan keharusan untuk memikirkan sistem pengelolaan persampahannya. Tanpa itu, keruwetan pengelolaan persampahan kian tak tertangani. Inilah sisi kontraproduktif produsen.
Fakta keruwetan pengelolaan persampahan terjadi di Indonesia. Di wilayah pesisir Propinsi Jawa Tengah, misalnya, sampah merupakan masalah yang mengkhawatirkan. Tak kurang dari 8835,41 m3 per hari volume sampah ‘mendiami’ kawasan pesisir Jawa Tengah. Meski ada upaya untuk mengangkut dan mendaur ulang sampah, diperkirakan hanya 67,5% yang terangkut dan didaur-ulang dari total volume sampah yang dihasilkan. Artinya, hampir 40% dari total volume sampah tersebut dibiarkan berada di kantung-kantung pesisir.

Tabel I. Volume Sampah Rata-rata Per Hari Menurut Kabupaten/Kota Pesisir di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2001 (m3)
No Kabupaten/Kota Volume Terangkut
1 Kabupaten Cilacap 899,00 415,00
2 Kabupaten Kebumen 280,50 270,50
3 Kabupaten Purworejo 238,00 221,66
4 Kabupaten Rembang 275,50 169,75
5 Kabupaten Pati 148,40 137,20
6 Kabupaten Jepara 175,50 165,49
7 Kabupaten Demak 216,00 176,00
8 Kabupaten Kendal 264,00 193,00
9 Kabupaten Batang 204,70 185,10
10 Kabupaten Pekalongan 919,00 260,00
11 Kabupaten Pemalang 174,16 124,39
12 Kabupaten Tegal 347,42 276,32
13 Kabupaten Brebes 236,00 202,00
14 Kota Semarang 3306,00 2149,00
15 Kota Pekalongan 630,00 580,00
16 Kota Tegal 521,23 440,00
Jumlah 8835,41 5965,41
Sumber: BPS (2003: 200).

Dari tabel di atas, dapat disebut bahwa ada selisih sampah yang tak tertangani, yakni ± 2870 m3 per hari. Tak jauh berbeda, pada tahun 1985, kota Jakarta menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari. Namun, pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur = 55.000 m3) (Bapedalda, 2000). Pada perkembangannya, TPA Bantar Gebang hanya mampu menampung 3.000 ton per hari. Padahal, sampah Jakarta mencapai 5-6 ribu ton per hari. Inilah persoalan yang luput dari perhatian.

Untuk itu, diperlukan kerjasama antara produsen dan konsumen dalam pengelolaan persampahan. Diakui atau tidak, hambatan terbesar pengelolaan persampahan adalah membludaknya produk sekali pakai (disposable). Sejauh ini, para pengusaha (produsen) hanya memeroleh insentif ekonomi tanpa komitmen untuk mendaur-ulang sampah produksinya.

Atas dasar itu, tanggung jawab produsen yang diperluas (Extended Producer Responsibility-EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang niscaya. Dalam kebijakan ini, produsen diharuskan untuk menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Tanpa keterlibatan produsen, tumpukan sampah yang dihasilkan makin meluas dan menebar penyakit. Bahkan, tak jarang menimbulkan korban jiwa, seperti yang terjadi di TPA Bantar Gebang, Bekasi, TPST Bojong, Bogor, dan Leuwigajah, Bandung.
posted by rizkhey wahyudi @ 8:33 AM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
 
My Menu In Blog's
Previous Post
Archives
Shoutbox

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.

Links
Powered by

Isnaini Dot Com

BLOGGER